Selasa, 25 Juli 2017

makalah tentang pengertian silaturahmi terbaru



MAKALAH

SILATURRAHMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hadist

Dosen Pengajar:



Disusun Oleh:
Fawaid Arifin
Zainal Abidin

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINNGI AGAMA ISLAM ( STAIN)
PAMEKASAN
Tahun Ajaran: 2011-2012 M
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................... 1
A.    Latar belakang masalah...................................................... 2
B.     Rumusan Masalah................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN …………….......................................................  3
A.        Pengertian Silaturrahmi................................................................  3
B.        Anjuran silaturrahmi..................................... 4
C.        Hakikat silaturrahmi...................................................  5
D.        Konsekwensi silaturrahmi……………………………………


BAB III.  PENUTUP...................................................................................   7
A.    Kesimpulan.............................................................................    7
B.     Saran Saran............................................................................    7
C.     Daftar Pustaka........................................................................    8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan  kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul  “silaturrahmi’’.
Dengan adanya suatu tugas makalah penulis sangat bersyukur karena dengan adanya bisa menambah wawasan kita serta pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu.
Walaupun masih banyak kekurangan dalam penulisan  makalah  ini, namun penulis berharap agar  makalah ini dapat dipergunakan dan di manfaatkan baik di dalam kampus atau diluar kampus.
Dalam melaksanakan makalah ini banyak pihak yang terlibat dan membantu sehingga dapat menjadi satu makalah yang dapat  di baca dan dimanfaatkan .

Akhirnya kritik dan saran  yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya . Sekian dari saya mengucapkan banyak terima kasih .


pamekasan,
                                                                   Penulis












BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Dalam mempelajari atau mengkaji silaturrahmi kita harus mengetahui beberapa hal yang perlu dikaji yaitu pengertian silaturrahmi, anjuran bersilaturrahmi, hakekat silaturrahmi dan konsekwensi dari silaturrahmi itu sendiri  supaya kita dapat mengetahui berbagai arti  yang dapat membimbing kita dan mengarahkan kita untuk menjadi tahu . Melalui pendekatan ini kami berharap untuk mendapatkan data obyektif dapat menghasilkan kesimpulan yang obyektif pula oleh karena itu manusia tidak mungkin menghilangkan sikap obyektif sebagai salah satu bawaan kodrat, maka kami bersyukur bila mendapatkan kesimpulan yang obyektif mungkin inter obyektif.

Dalam hal bersilaturrahmi misalnya kita mencontoh semut dan lebah. Semut binatang kecil pemakan gulatetapi tidak pernah punya pennnyakit diabetes resepnya karena senang bersilaturrahmi pada waktu seiap berpapasan antara sesama semut. Mereka saling bersalaman yang terlihat dari kedua kepalanya yang saling ketemu. Bila seekor menemukan semut rezeki mereka memberi tahu semut-semut yang lainnya, baru ketika mereka berkumpul makanan tersebut dibawa kesuatu tempat dan dinikmati bersama. Demikian juga lebah “ lebah sangat disiplin dan mengenal pembagian kerja yang sangat baik.
Arti silaturrahmi secara umum adalah menghubungkan tali kekerabatan atau menghubungkan tali kasih sanyang dengan cara saling berkunjung terutama sesama saudara atau anggota keluarga, bahkan terhadap tetangga atau saudara seiman.












BAB II

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Silaturrahmi

Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab; shilah yang berarti menyambung dan rahim yang berarti kasih sanyang ( rahim wanita ), dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat. Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’I.
bukanlah murni adat istiadat, namun ia merupakan bagian dari syariat. Amat bervariasi cara agama kita dalam memotivasi umatnya untuk memperhatikan silaturrahim. Terkadang dengan bentuk perintah secara gamblang, janji ganjaran menarik, atau juga dengan cara ancaman bagi mereka yang tidak menjalankannya.

Allah SWT berfirman dalam kitab_Nya
Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Serta berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman, musafir dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. QS. An-Nisa’: 36.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan bahwa silaturrahim merupakan pertanda keimanan seorang hamba kepada Allah dan hari akhir.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَه
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturrahim
(HR. Bukhari dari Abu Hurairah ).

Beliau juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan umur yang panjang,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia bersilaturrahim ( HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik ).


B.     Anjuran Silaturrahmi

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

“Sesungguhnya Allah menciptakan seluruh makhluk. Sampai ketika Allah selesai menciptakan semua makhluk, maka rahim pun berkata, “Inikah tempat bagi yang berlindung kepadanya dari terputusnya silaturahim?’ Allah menjawab, “Benar. Tidakkah kamu senang kalai Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan orang yang memutuskanmu?” Rahim menjawab, “Tentu, wahai Rabb.” Allah berfirman, “Kalau begitu itulah yang kamu miliki.” Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian mau, maka bacalah ayat berikut ini: Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa maka kalian akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan kalian? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.”  (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Islam menganjurkan untuk menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan hubungan, saling menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya perpecahan. Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan memperingatkan agar jangan sampai ada seorang muslim yang memutuskannya. Dan Nabi shalllallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa bukanlah dikatakan menyambung silaturahmi ketika seorang membalas kebaikan orang yang berbuat kebaikan kepadanya, yakni menyambung hubungan dengan orang yang senang kepadanya. Akan tetapi yang menjadi hakikat menyambung silaturahmi adalah ketika dia membalas kebaikan orang yang berbuat jelek kepadanya atau menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengannya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa balasan disesuaikan dengan jenis amalan. Karenanya, barangsiapa yang menyambung hubungan silaturahminya maka Allah juga akan menyambung hubungan dengannya, dan di antara bentuk Allah menyambungnya adalah Allah akan menambah rezekinya, menambah umurnya, dan senantiasa memberikan pertolongan kepadanya.
Berdasarkan hadist rasulullah SAW:
                                               مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia bersilaturrahim”. ( HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik )
Sebaliknya, siapa saja yang memutuskan hubungan silaturahimnya maka Allah juga akan memutuskan hubungan dengannya. Dan ketika Allah sudah memutuskan hubungan dengannya maka Allah tidak akan perduli lagi dengannya, Allah akan menjadikannya buta dan tuli, dan menimpakan laknat kepadanya. Dan siapa yang mendapatkan laknat maka sungguh dia telah dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah Ta’ala yang Maha Luas.   
C.    Hakikat Silaturrahmi

Ganjaran menarik yang dijanjikan untuk orang-orang yang bersilaturrahim tersebut di atas tentu amat menggiurkan, sebaliknya ancaman bagi mereka yang enggan bersilaturrahim juga mengerikan, sehingga tidak mengherankan jika kita dapatkan banyak kaum muslimin yang gemar bersilaturrahim, apalagi di tanah air kita yang adat ketimurannya masih cukup kental. Hanya saja ada sebagian orang merasa bahwa ia telah mempraktekkan silaturrahim, padahal sebenarnya belum. Hal itu bersumber dari kekurang pahaman mereka akan hakikat silaturrahmi.
                    Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
  Penyambung silaturrahmi (yang hakiki) bukanlah orang yang menyambung hubungan dengan kerabat manakala mereka menyambungnya. Namun penyambung hakiki adalah orang yang jika hubungan kerabatnya diputus maka ia akan menyambungnya. HR. Bukhari dari Abdullah bin ‘Amr.

Sebab kata menyambung mengandung makna menyambungkan sesuatu yang telah putus. Adapun orang yang menjaga hubungan kaum kerabat manakala mereka menjaganya, pada hakikatnya dia bukanlah sedang menyambung hubungan, namun ia hanya mengimbangi atau membalas kebaikan kerabat dengan kebaikan serupa.

Membumikan sabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam tersebut di atas dalam kehidupan sehari-hari kita, tentunya bukan suatu hal yang ringan; sebab kita harus mengorbankan perasaan. Bagaimana tidak, sedangkan kita tertuntut untuk berbuat baik terhadap orang yang menyakiti kita, tersenyum pada orang yang cemberut pada kita, memuji orang yang mencela kita, memberi orang yang enggan memberi kita, dan sifat-sifat mulia berat lainnya. Karena itulah ganjaran yang dijanjikan Allah pun besar. Abu Hurairah bercerita.

أَنَّ رَجُلًا قَالَيَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَ نْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ :فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْ هِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Pernah ada seseorang yang mengadu kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam, “Wahai Rasul, saya memiliki kerabat yang berusaha untuk kusambung namun mereka memutus hubungan denganku, aku berusaha berbuat baik padanya namun mereka menyakitiku, aku mengasihi mereka namun mereka berbuat jahat padaku!”.
Andaikan kenyataannya sebagaimana yang kau katakan, maka sejatinya engkau bagaikan sedang memberinya makan abu panas . Dan selama sikapmu seperti itu niscaya engkau akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dalam menghadapi mereka. 
( HR. Muslim ).

D.     Konsekwensi Silaturrahmi

Silaturrahim bukan hanya diwujudkan dalam bentuk berkunjung ke rumah kerabat atau mengadakan arisan keluarga, namun ia memiliki makna yang lebih dalam dari itu. Silaturrahim memiliki berbagai konsekwensi yang harus dipenuhi seorang insan, di antaranya:





1.      Mendakwahi kerabat

Dalam Islam, kerabat mendapatkan prioritas utama untuk didakwahi. Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu’alaihiwasallam di awal masa dakwah beliau,
                     وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Artinya: “Berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang    terdekat”. QS. Asy-Syu’ara’: 214.

Dengan bahasa yang santun, ingatkanlah kerabat kita yang masih percaya dengan jimat, yang masih gemar pergi ke dukun, yang shalatnya masih bolong-bolong, yang belum berpuasa Ramadhan, yang masih enggan mengeluarkan zakat dan yang semisal. Berbagai nasehat tadi bisa disampaikan kepada yang bersangkutan secara langsung, atau bisa pula ditransfer melalui siraman rohani yang biasa diletakkan di awal rentetan acara arisan atau pertemuan berkala keluarga.

Persaudaraan yang dibumbui dengan budaya saling menasehati inilah yang akan ‘abadi’ hingga di alam akhirat kelak. Adapun persaudaraan yang berkonsekwensi mengorbankan prinsip ini; maka itu hanyalah persaudaraan semu, yang justru di hari akhir nanti akan berbalik menjadi permusuhan. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah ta’ala:
الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Artinya: Teman-teman karib pada hari itu (hari kiamat) saling bermusuhan satu sama lain, kecuali mereka yang bertakwa. ( QS. Az-Zukhruf: 67 )
                 
2.      Saling bantu-membantu

Orang yang membantu kerabat akan mendapat pahala dobel; pahala sedekah dan pahala silaturrahim. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda:

الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ؛ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ.                                            
 Sedekah terhadap kaum miskin (berpahala) sedekah. Sedangkan sedekah terhadap kaum kerabat berpahala dobel, yaitu pahala sedekah dan pahala silaturrahim.
( HR. Tirmidzi )

Berbuat baik terhadap kerabat, selain berpahala besar, juga merupakan sarana manjur untuk mendakwahi mereka. Andaikan kita rajin menyambung silaturrahim, gemar memberi dan berbagi dengan kerabat, selalu menanyakan kondisi dan kabar mereka, menyertai kebahagiaan dan kesedihan mereka; tentu mereka akan berkenan mendengar omongan kita serta menerima nasehat kita; sebab mereka merasakan kasih sayang dan perhatian ekstra kita pada mereka.

3.      Saling memaafkan kesalahan

Dalam kehidupan interaksi sesama kerabat, timbulnya gesekan dan riak-riak kecil antar anggota keluarga merupakan suatu hal yang amat wajar. Sebab manusia merupakan sosok yang tidak lepas dari salah dan lupa. Namun fenomena itu akan berubah menjadi tidak wajar manakala luka yang muncul akibat kekeliruan tersebut tetap dipelihara dan tidak segera diobati dengan saling memaafkan.

Betapa banyak keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk memaafkan kesalahan-kesalahan sepele. Padahal karakter pemaaf merupakan salah satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah ta’ala berfirman:
                                               خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil ( QS. Al-A’raf: 199 )





























.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Setelah penulis berusaha menguraikan masalah dalam setiap babnya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.
Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab; shilah yang berarti menyambung dan rahim yang berarti kasih sanyang ( rahim wanita ), dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat. Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’I.
Adapun anjuran unuk bersilaturrahmi, islam menganjurkan untuk menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan hubungan, saling menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya perpecahan. Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan memperingatkan agar jangan sampai ada seorang muslim yang memutuskannya. Dan Nabi shalllallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa bukanlah dikatakan menyambung silaturahmi ketika seorang membalas kebaikan orang yang berbuat kebaikan kepadanya, yakni menyambung hubungan dengan orang yang senang kepadanya.
B.     Saran – Saran
Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam pembuatan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya.
1.    Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang silaturrahmi.
2.    Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.




DAFTAR PUSTAKA

Ø  Mujmal al-Lughah karya Ibn Faris dan Mufradât Alfâzh al-Qur’an karya ar-Raghib al-Ashfahany (hal. 347).
Ø  Bahjah an-Nâzhirîn Syarh Riyâdh ash-Shâlihîn karya Syaikh Salim al-Hilaly (hal. 394-395).
Ø  Fiqh al-Akhlâq wa al-Mu’âmalât ma’a al-Mu’minîn karya Syaikh Mushthafa al-’Adawy.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rangkuman Kisah nabi

BAGI YG ISLAM. TAK DIBACA SAYANG_*.👇 ✐ Selepas Malaikat Israfil meniup sangkakala (bentuknya seperti tanduk besar) yang memekak...