MAKALAH
SILATURRAHMI
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hadist
Dosen
Pengajar:
Disusun
Oleh:
Fawaid
Arifin
Zainal
Abidin
PRODI
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH
TINNGI AGAMA ISLAM ( STAIN)
PAMEKASAN
Tahun
Ajaran: 2011-2012 M
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar..........................................................................................
i
Daftar
Isi.....................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................
1
A. Latar belakang
masalah...................................................... 2
B. Rumusan
Masalah................................................................ 2
BAB II. PEMBAHASAN ……………....................................................... 3
A.
Pengertian
Silaturrahmi................................................................ 3
B.
Anjuran
silaturrahmi..................................... 4
C.
Hakikat
silaturrahmi................................................... 5
D.
Konsekwensi
silaturrahmi……………………………………
BAB III.
PENUTUP................................................................................... 7
A. Kesimpulan............................................................................. 7
B. Saran
Saran............................................................................ 7
C. Daftar
Pustaka........................................................................ 8
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “silaturrahmi’’.
Dengan adanya suatu tugas makalah
penulis sangat bersyukur karena dengan adanya bisa menambah wawasan kita serta
pengetahuan dari tidak tahu menjadi tahu.
Walaupun masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, namun penulis berharap agar makalah ini dapat dipergunakan dan di
manfaatkan baik di dalam kampus atau diluar kampus.
Dalam melaksanakan makalah ini banyak
pihak yang terlibat dan membantu sehingga dapat menjadi satu makalah yang
dapat di baca dan dimanfaatkan .
Akhirnya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir
kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca umumnya . Sekian dari saya mengucapkan banyak terima kasih .
pamekasan,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam mempelajari
atau mengkaji silaturrahmi kita harus mengetahui beberapa hal yang perlu dikaji
yaitu pengertian
silaturrahmi, anjuran bersilaturrahmi, hakekat silaturrahmi dan konsekwensi
dari silaturrahmi itu sendiri supaya kita dapat mengetahui berbagai arti yang dapat membimbing kita dan mengarahkan
kita untuk menjadi tahu . Melalui pendekatan ini kami berharap untuk
mendapatkan data obyektif dapat menghasilkan kesimpulan yang obyektif pula oleh
karena itu manusia tidak mungkin menghilangkan sikap obyektif sebagai salah
satu bawaan kodrat, maka kami bersyukur bila mendapatkan kesimpulan yang
obyektif mungkin inter obyektif.
Dalam hal
bersilaturrahmi misalnya kita mencontoh semut dan lebah. Semut binatang kecil
pemakan gulatetapi tidak pernah punya pennnyakit diabetes resepnya karena
senang bersilaturrahmi pada waktu seiap berpapasan antara sesama semut. Mereka
saling bersalaman yang terlihat dari kedua kepalanya yang saling ketemu. Bila
seekor menemukan semut rezeki mereka memberi tahu semut-semut yang lainnya,
baru ketika mereka berkumpul makanan tersebut dibawa kesuatu tempat dan
dinikmati bersama. Demikian juga lebah “ lebah sangat disiplin dan mengenal
pembagian kerja yang sangat baik.
Arti silaturrahmi secara umum adalah menghubungkan
tali kekerabatan atau menghubungkan tali kasih sanyang dengan cara saling
berkunjung terutama sesama saudara atau anggota keluarga, bahkan terhadap
tetangga atau saudara seiman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Silaturrahmi
Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab; shilah yang
berarti menyambung dan rahim yang berarti kasih sanyang ( rahim
wanita ), dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat. Jadi
silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini,
bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’I.
bukanlah murni adat istiadat, namun ia
merupakan bagian dari syariat. Amat bervariasi cara agama kita dalam memotivasi
umatnya untuk memperhatikan silaturrahim. Terkadang dengan bentuk perintah
secara gamblang, janji ganjaran menarik, atau juga dengan cara ancaman bagi
mereka yang tidak menjalankannya.
Allah SWT berfirman
dalam kitab_Nya
Artinya: “Sembahlah Allah dan
janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Serta berbuat
baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga dekat dan tetangga jauh, teman, musafir dan hamba sahaya yang kalian
miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. QS. An-Nisa’: 36.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menerangkan bahwa silaturrahim merupakan pertanda keimanan seorang
hamba kepada Allah dan hari akhir.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَه
Barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah ia bersilaturrahim
(HR. Bukhari dari Abu Hurairah ).
Beliau juga menjanjikan bahwa di antara buah dari silaturrahim adalah keluasan rizki dan
umur yang panjang,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي
رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barang
siapa menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia
bersilaturrahim ( HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik ).
B.
Anjuran Silaturrahmi
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah menciptakan seluruh makhluk. Sampai ketika Allah selesai menciptakan semua makhluk, maka rahim pun berkata, “Inikah tempat bagi yang berlindung kepadanya dari terputusnya silaturahim?’ Allah menjawab, “Benar. Tidakkah kamu senang kalai Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan memutuskan orang yang memutuskanmu?” Rahim menjawab, “Tentu, wahai Rabb.” Allah berfirman, “Kalau begitu itulah yang kamu miliki.” Setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian mau, maka bacalah ayat berikut ini: Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa maka kalian akan berbuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan kalian? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim )
Islam menganjurkan untuk
menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan hubungan, saling
menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya perpecahan. Karenanya
Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan memperingatkan agar jangan
sampai ada seorang muslim yang memutuskannya. Dan Nabi shalllallahu alaihi
wasallam mengabarkan bahwa bukanlah dikatakan menyambung silaturahmi ketika
seorang membalas kebaikan orang yang berbuat kebaikan kepadanya, yakni
menyambung hubungan dengan orang yang senang kepadanya. Akan tetapi yang
menjadi hakikat menyambung silaturahmi adalah ketika dia membalas kebaikan
orang yang berbuat jelek kepadanya atau menyambung hubungan dengan orang yang
memutuskan hubungan dengannya.
Nabi shallallahu alaihi
wasallam mengabarkan bahwa balasan disesuaikan dengan jenis amalan. Karenanya,
barangsiapa yang menyambung hubungan silaturahminya maka Allah juga akan
menyambung hubungan dengannya, dan di antara bentuk Allah menyambungnya adalah
Allah akan menambah rezekinya, menambah umurnya, dan senantiasa memberikan
pertolongan kepadanya.
Berdasarkan hadist
rasulullah SAW:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي
أَثَرِهِ؛ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Barang siapa
menginginkan untuk diluaskan rizkinya serta diundur ajalnya; hendaklah ia
bersilaturrahim”. ( HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik )
Sebaliknya, siapa saja
yang memutuskan hubungan silaturahimnya maka Allah juga akan memutuskan
hubungan dengannya. Dan ketika Allah sudah memutuskan hubungan dengannya maka
Allah tidak akan perduli lagi dengannya, Allah akan menjadikannya buta dan
tuli, dan menimpakan laknat kepadanya. Dan siapa yang mendapatkan laknat maka
sungguh dia telah dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah Ta’ala yang Maha
Luas.
C.
Hakikat Silaturrahmi
Ganjaran
menarik yang dijanjikan untuk orang-orang yang bersilaturrahim tersebut di atas
tentu amat menggiurkan, sebaliknya ancaman bagi mereka yang enggan
bersilaturrahim juga mengerikan, sehingga tidak mengherankan jika kita dapatkan
banyak kaum muslimin yang gemar bersilaturrahim, apalagi di tanah air kita yang
adat ketimurannya masih cukup kental. Hanya saja ada sebagian orang merasa
bahwa ia telah mempraktekkan silaturrahim, padahal sebenarnya belum. Hal itu
bersumber dari kekurang pahaman mereka akan hakikat silaturrahmi.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,
لَيْسَ
الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ
وَصَلَهَا
Penyambung silaturrahmi (yang hakiki)
bukanlah orang yang menyambung hubungan dengan kerabat manakala mereka
menyambungnya. Namun penyambung hakiki adalah orang yang jika hubungan
kerabatnya diputus maka ia akan menyambungnya. HR. Bukhari dari Abdullah
bin ‘Amr.
Sebab kata
menyambung mengandung makna menyambungkan sesuatu yang telah putus. Adapun
orang yang menjaga hubungan kaum kerabat manakala mereka menjaganya, pada
hakikatnya dia bukanlah sedang menyambung hubungan, namun ia hanya mengimbangi
atau membalas kebaikan kerabat dengan kebaikan serupa.
Membumikan sabda
Nabi shallallahu’alaihiwasallam tersebut di atas dalam kehidupan
sehari-hari kita, tentunya bukan suatu hal yang ringan; sebab kita harus
mengorbankan perasaan. Bagaimana tidak, sedangkan kita tertuntut untuk berbuat
baik terhadap orang yang menyakiti kita, tersenyum pada orang yang cemberut
pada kita, memuji orang yang mencela kita, memberi orang yang enggan memberi
kita, dan sifat-sifat mulia berat lainnya. Karena itulah ganjaran yang
dijanjikan Allah pun besar. Abu Hurairah bercerita.
أَنَّ رَجُلًا قَالَيَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي قَرَابَةً
أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ،
وَأَحْلُمُ عَ نْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ :فَقَالَ “لَئِنْ كُنْتَ
كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ
اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْ هِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
Pernah ada
seseorang yang mengadu kepada Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam,
“Wahai Rasul, saya memiliki kerabat yang berusaha untuk kusambung namun mereka
memutus hubungan denganku, aku berusaha berbuat baik padanya namun mereka
menyakitiku, aku mengasihi mereka namun mereka berbuat jahat padaku!”.
Andaikan
kenyataannya sebagaimana yang kau katakan, maka sejatinya engkau bagaikan
sedang memberinya makan abu panas . Dan selama sikapmu seperti itu niscaya
engkau akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah dalam menghadapi
mereka.
( HR. Muslim ).
D.
Konsekwensi Silaturrahmi
Silaturrahim
bukan hanya diwujudkan dalam bentuk berkunjung ke rumah kerabat atau mengadakan
arisan keluarga, namun ia memiliki makna yang lebih dalam dari itu.
Silaturrahim memiliki berbagai konsekwensi yang harus dipenuhi seorang insan,
di antaranya:
1.
Mendakwahi
kerabat
Dalam Islam,
kerabat mendapatkan prioritas utama untuk didakwahi.
Allah ta’ala memerintahkan Nabi-Nya shallallahu’alaihiwasallam di
awal masa dakwah beliau,
وَأَنذِرْ
عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ
Artinya: “Berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat”. QS. Asy-Syu’ara’: 214.
Dengan bahasa
yang santun, ingatkanlah kerabat kita yang masih percaya dengan jimat, yang
masih gemar pergi ke dukun, yang shalatnya masih bolong-bolong, yang belum
berpuasa Ramadhan, yang masih enggan mengeluarkan zakat dan yang semisal.
Berbagai nasehat tadi bisa disampaikan kepada yang bersangkutan secara
langsung, atau bisa pula ditransfer melalui siraman rohani yang biasa
diletakkan di awal rentetan acara arisan atau pertemuan berkala keluarga.
Persaudaraan
yang dibumbui dengan budaya saling menasehati inilah yang akan ‘abadi’ hingga
di alam akhirat kelak. Adapun persaudaraan yang berkonsekwensi mengorbankan
prinsip ini; maka itu hanyalah persaudaraan semu, yang justru di hari akhir
nanti akan berbalik menjadi permusuhan. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman
Allah ta’ala:
الْأَخِلَّاء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ
لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Artinya: Teman-teman
karib pada hari itu (hari kiamat) saling bermusuhan satu sama lain, kecuali
mereka yang bertakwa. ( QS. Az-Zukhruf: 67 )
2.
Saling
bantu-membantu
Orang yang
membantu kerabat akan mendapat pahala dobel; pahala sedekah dan pahala
silaturrahim. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ،
وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ؛ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ.
Sedekah terhadap kaum miskin (berpahala)
sedekah. Sedangkan sedekah terhadap kaum kerabat berpahala dobel, yaitu pahala
sedekah dan pahala silaturrahim.
( HR.
Tirmidzi )
Berbuat baik
terhadap kerabat, selain berpahala besar, juga merupakan sarana manjur untuk
mendakwahi mereka. Andaikan kita rajin menyambung silaturrahim, gemar memberi
dan berbagi dengan kerabat, selalu menanyakan kondisi dan kabar mereka,
menyertai kebahagiaan dan kesedihan mereka; tentu mereka akan berkenan
mendengar omongan kita serta menerima nasehat kita; sebab mereka merasakan
kasih sayang dan perhatian ekstra kita pada mereka.
3.
Saling
memaafkan kesalahan
Dalam kehidupan
interaksi sesama kerabat, timbulnya gesekan dan riak-riak kecil antar anggota
keluarga merupakan suatu hal yang amat wajar. Sebab manusia merupakan sosok yang
tidak lepas dari salah dan lupa. Namun fenomena itu akan berubah menjadi tidak
wajar manakala luka yang muncul akibat kekeliruan tersebut tetap dipelihara dan
tidak segera diobati dengan saling memaafkan.
Betapa banyak
keluarga besar yang terbelah menjadi dua, hanya akibat merasa gengsi untuk
memaafkan kesalahan-kesalahan sepele. Padahal karakter pemaaf merupakan salah
satu sifat mulia yang amat dianjurkan dalam Islam.
Allah ta’ala berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ
وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya: Jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan
orang-orang jahil ( QS. Al-A’raf: 199 )
.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah penulis berusaha menguraikan
masalah dalam setiap babnya penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut.
Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata
Arab; shilah yang berarti menyambung dan rahim yang berarti
kasih sanyang ( rahim wanita ), dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan
kerabat. Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari
keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’I.
Adapun anjuran unuk bersilaturrahmi, islam menganjurkan
untuk menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan hubungan,
saling menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya perpecahan.
Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan memperingatkan
agar jangan sampai ada seorang muslim yang memutuskannya. Dan Nabi shalllallahu
alaihi wasallam mengabarkan bahwa bukanlah dikatakan menyambung silaturahmi
ketika seorang membalas kebaikan orang yang berbuat kebaikan kepadanya, yakni
menyambung hubungan dengan orang yang senang kepadanya.
B.
Saran – Saran
Dalam karya tulis ini penulis
berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam pembuatan karya tulis ini
penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan – kekurangan baik dari
bentuk maupun isinya.
1. Penulis
menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana
pembaca mempelajari tentang silaturrahmi.
2. Semoga
dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Mujmal al-Lughah karya Ibn Faris dan Mufradât Alfâzh
al-Qur’an karya ar-Raghib al-Ashfahany (hal. 347).
Ø Bahjah an-Nâzhirîn Syarh Riyâdh ash-Shâlihîn karya Syaikh Salim
al-Hilaly (hal. 394-395).
Ø Fiqh al-Akhlâq wa al-Mu’âmalât ma’a al-Mu’minîn karya Syaikh
Mushthafa al-’Adawy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar