Selasa, 25 Juli 2017

sejarah dan riwayat Al-Farobi terlengkap

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Farobi adalah seorang komentator filsafat yunani yang sangat ulung di dunia islam, meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa yunani, ia mengenal filusuf yunani, plato, aristoteles dan plotinus dengan baik.kontribusinya terletak diberbagai bidang seperti matematika, filosofi, pengobatan, bahkan musik
Al-Farobi dikenal sebagai guru nkedua setelah Aristoteles. Dia adalah filosof islam pertama yang beupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik yunani klasik deengan islam sert berupaya membuatnya bisa dimengerti dalam konteks agama-agama wahyu. Karyanya yang paling terkenal adalah al-madinah Al-fadilah ( kota atau negara pertama) yang membahas tentang pencapaian kebahagiaan melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim paling baik menurut pemahaman plato dengan hukum ilahiyah islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Riwayat Hidup dan karya-karyanya?
2.      Bagaimana Pemikiran Al-Farobi?
3.      Bagaimana Pemikiran tentang emanasi?
4.      Bagaimana Pemikiran tentang kenabian?
5.      Bagaimana Pemikiran tentang kenegaraan dan politik?
6.      Bagaimana Pemikiran tentang jiwa?
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan Bagaimana Riwayat Hidup dan karya-karyanya
2.      Menjelaskan Pemikiran Al-Farobi
3.      Menjelaskan Pemikiran tentang emanasi
4.      Menjelaskan Pemikiran tentang kenabian
5.      Menjelaskan Pemikiran tentang kenegaraan dan politik
6.      Menjelaskan Pemikiran tentang jiwa


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Hidup dan Karya-Karyanya
Nama aslinya Abu Nasr Muhammad bin Muhsmmad bin Tharkhan. Sebutan Al-farobi diambil dari nama kota Arab, ia dilahirkn pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan menikah dengan seorang wanita Turkestan. Kemudian, ia menjadi perwira tentaraTurkestan. Oleh karena itu, Al-farobi dikatakan berasal dari keturunan Turkestan dan kadang-kadang juga dikatakan dari keturunan Iran.[1]
Sejak kecilnya, Al-farobi suka belajar dan ia mempunyai kecakapan luar biasa dalam lapangan bahasa. Bahasa-bahasa yang dikuasai antara lain ialah bahasa-bahasa Iran, turkestan, dan kurdistan. Tampaknya ia tidak mengenal bahasa Yunani dan Siriani, yaitu bahasa-bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat pada waktu itu. Setelah besar, Al-farobi meninggalkan negerinya menuju kota baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya, ubtuk belajar antara lain pada Abu Bisyr bin Mattius. Selama berada di baghdad, ia memusatkan perhatiannya pada ilmu logika.
Pertama datang di Baghdad, hanya sedikit saja bahasa arab yang dikuasainya, ia sendiri mengatakan bahwa ia belajar ilmu nahwu ( tata bahasa arab) pada Abu Bakar As-Sarraj, sebagai imbalan pelajaran logika yang diberikan oleh Al-Farobi kepadanya.sesudah itu pindah ke Haran, slah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil untuk berguru pada yuhanna bin jilan. Akan tetapi, tidak lama kemudian, ia meninggalkan kota itu untuk kembali ke Baghdad dan untuk mendalami filaafat sesudah ia menguasai ilmu mantik (logika) dan di Baghdad, ia berdiam selama 30 tahun. Selama waktu itu, ia memakai waktu untuk mengarang, membeikan pengajaran, dan mengulas buku-buku filsafat. Muridnya yang terkenal pada masa itu, antara lain Yahya bin Ady
Pada tahun 330 H (941 M) ia pindah ke Damsyik, dan disni, ia mendapat kedudukan yang baik dari saifudaulah, kholifah dinasti Hamdan di Halab (Aleppo), sehinga dia diajak turut serta dalam suatu pertempuran untuk merebut kota Damsyik, kemudian ia menetap dikota ini sampai wafatnya pada tahun 337 H (950 M) pada usia 80 tahun. 
Al-Frarobi luas pngetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dn mengarang buku-buku dalam ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, komiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih, dan semantik.
Menurut Massignon, orientalis Prascis, Al-Farobi adalah seorang filosof islam yang pertama dengan sepenuh arti kata. Sebelum dia, memang Al-Kindi membuka pintu filsafat Yunani bagi dunia Isala. Akan tetapi, ia tidak menciptakan sistem (nahzab) filsafat tertentu, seang persoalan-persoalan yang dibicarakan masih banyak yamg belum memperoleh pemecahan yang memuasaka. Sebaliknya, Al-Farobi telah dapat menciptakan suatu sistem filsafat yang lengkap yang memainkan peranan yang penting dalam dunia islam seperti peranan yang dimiliki oleh plotinus dagi dunia barat, Al-Farobi menjadi guru bagi ibnu sina, ibnu rusdy, dan filosof-filosof islam lain yang datang sesudahnya. Oleh karena itu, i mendapat gelar “guru kedua” (al-mu’allim ats-tsani) sebagai kelanjutan dari nAristoteles yang mendapat gelar “guru pertama” (al-mu’allim al-awwal).[2]
Pada abab pertengahan, Al-Farobi menjadi sangat terkenal, sehingga orang-orang yahudi banyak yang mempelajari karangan-karangannya dan dia salain ke dalam bahasa ibrani. Sampai sekarang, salinan tersebut masih tersimpan di perpustakaan Eropa, disamping salinan-salinan dalam bahasa latin, baik yang disalin lansung dari bahasa Arab maupun dari bahsa ibrani tersebut.
Sebagian besar karangan-karangan Al-Farobi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap filsafat Aristoteles, plato, dan Galenus, dalam bidang-bidang logika, fisika, etika, dan metafisika. Meskipun banyak tokoh filsafat yang dipirkannya, ia lebih terkenal sebagai pengulas Aristolteles. Ibnu sina pernah mempelajari buku metafiika karangan Aristoteles lebih dari empat kali, tetapi belum juga mengerti maksudnya, setelah membaca buku karangan Al-Farobi yang berjudul Aghradh Kitabi ma Ba’da Ath-Thabi’ah
Diantara karangan-karangannya ialah:
1.      Aghrudu ma Ba’da Ath-thabi’ah
2.      Al-Jam’u baina Ra’yani Al-Hkimain (mempertemukan pendapat kedua filosofi; maksudnya plato dan aristoteles)
3.      Tahsil Al-Sa’adah (mencari kebahagiaan)
4.      ‘uyun Ahl-li Madinah L-Fadilah
5.      Ara-u ahl-il nmadinah Al-rudlilah
6.      Ih-sya’u Al-ulum (statistik ilmu)
B.     Pemikiran Al-farobi  
Al-Farobi dalam karyanya tashil as-sa’adah menyebutkan,’ untuk menjadi filusuf yang betu-betul sempurna’ seorang harus memiliki ilmu teoritis dan daya untuk mrnggali ilmu-ilmu itu demi kemamfaatan orang lain sesuai dengan kapasitas mereka. Al-Farobi mengikuti Pluto, berpendirian bahwa seorang filusuf sejtinya dibebani tugas untuk mengkomonikasi filsafat mereka kepada orang lain, dan bahwa tugas ini sangat penting untuk memenuhi cita ideal filsafat.
Atas dasar itu, Al-Farobi mendenifisikan filsafat sebagai Al-ilmu bilmaujadaat bima Hiya al maujadaat, yang berarti suatuilmu yang menyelidiki hakikat sebenarnya dari segala yang ada ini. Bedasarkan lapangannya Al-Farobi membagi filsafat menjadi dua bagian:
1.      Al-falsafah Nadoriyah (filsafat teori)
yaitu mengetahui suatu yang ada, dimana seorang tidak bisa mewujudkan dalam perbuatan. Bagian ini meliputi matematika, ilmu fisika dan metafisika. Masing-masing dari ilmu tersebut mempunyai bagian-bagian yang hanya perlu diketehui saja
2.      Al-falsalah al-amaliyah (filsafat amalan),
Yaitu mengetahui sesuatu yang seharusnya diujudkan dalam perbuatan dan menimbulkan kekuatan untuk mengerjakan bagian-bagian yang baik. Bagian amalan ini adakalanya berhubungan dengan perbuatan-perbuatan baik yang seharusnya dikerjakan oleh tiap-tiap orang. Yaitu yang dinamakan ilmu Ahlak (etika) adakalanya berhubungan dengan perbuatan baik yang seharusnya di kerjakan oleh penduduk negri yang disebut filsafat pilitik.
Tujuan terpenting dalam mempelajari filsafat menurut Al-farobi, ialah mengetahui tuhan bahwa ia Esa dan tidak bergerak, bahwa ia memjadi sebab yang aktif bagi semua yang ada, bahwa ia yang mengatur alam ini dengan kemurahan, kebijaksaan dan keadilan. Wujud selain tuhan yaitu mahluk adalah wujud yang tidak sempurna. Oleh karena itu, pengetahuan tentang banyak mahluk adalah pengetahuan yang tidak sempurna. Al-farobi mengatakan bahwa filsafat hanya bisa tercapai dengan kepandaian membedakan yakni antara benar dan salah, dan kepandaian ini hanya bisa tercapai dengan kekuatan pikiran dalam mengetahui kebenaran.
Al-farobi berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam pada hakikatnya hanya satu, yaitu sama-sama memikirkan kebenaran, sedangkan kebenaran itu hanya satu macam dan nserupa pada hakikatnya. Al-farobi berhasil meletakkan dasar filsafat kedalam ajaram islam menurutnya, para filosof muslim meyakini Al-Qur’an dan Hadis adalah hak yang benar dan filsafat juga adalah benar. Ia menegaskan bahwa antara keduanya tidak bertentangan, bahkan cocok dan serasi karena sumber keduanya berasal dari akal aktif hanya berbeda memperolehnya.
C.  Pemikiran Tentang Emanasi
Al-Farbi manemui kesulitan dalam menjelaskan bagaimana terjadinya banyak alam yang bersifat materi dari Yang Maha Esa (Allah) jauh dari arti ateri dam Maha sempurna. Dalam filsafat Yunani, Tuhan buakanlah pencipta alam, melaikan Penggerak Pertama (prime cause), seperti yang dikemukakan Aristoteles. Sementara dalam doktrin ortodok Islam (al-mutakallimin), Allah adalah Pencipta (shani, Agent), dari menciptakan dari tiada menjadi ada (ceiro ex nihillo).. unutk mengislamkan doktrin ini Al-Farabi, juga filosof lainnya mencari bantuan kepada Neoplatonis monistik tentang emanasi. Dengan demikian, Tuhan penggerak Aristoteles bergeser menjadi Allah pencipta.. dengan arti, Allah menciptakan alam semenjak alam azali, energi alam berasal dari energi yang kadim, sedangkan susunan materi yang menjadi alam adalah baharu. Sebab itu, menurut filosof muslim, kun Allah yang temaktub dalam Al-Quran di tunjukan kepada syai (sesuatu) bukan kepada Iasyai (nihil).
Telah dikemukakan bahwa Allah adalah Aql, Aqil,  dan Ma’qul.  Ia sebut Allah adalah Aql  karena Allah pencipta dan pengatur alam, yang beredar menurut aturan yang luar biasa rapi dan teratur tanpa cacat sedikitpun, mestilah suatu subtansi yang memiliki daya berpikir yang luar biasa. Oleh sebab itu, cara Allah menciptakan alam ialah dnegan ber-ta’aqqul terhadap zat-Nya dengan proses sebagai berikut.
Allah Mahasempurna, ia tidak memikirkan dan berhubungan dengan alam karena terlalu rendah bagi-Nya untuk memikirkan dan berhubungan dengan alam yang tidak sempurna. Allah cukup memikirkan – membedakan antara term aql  dan fikr  dalam terminologi Al-Quran—zat-Nya, maka terciptalah energi yang maha dasyat secara pancaran dan dari energi inilah terjadinya akal pertama (jugamemandat dalam bentuk materi). Akal pertama berpikir tentang Allah menghasilkan Akal kedua dan berpikirkan dirinya menghasilkan langit pertama. Akal kedia berpikir tentang Allah menghasilkan Akal ketiga dan berpikir  tentang dirinya menghasilkan bintang-bintang. Akal ketiga berpikir tentang Allah menghasilkan Akal keempatdan berpikir tentang dirinya menghasilkan Saturnus. Akal keempat berpikir tentang Allah menghasilkan Akal kelima dan berpikir tentang dirinya menghasilkan Yupiter. Akal kelima berpkir tentang Allah menghasilkan akal keenamdan berpikir tentang dirinya menghasilkan Mars. Akal keenam berpikir tentang Allah menghasilkan Akal ketujuh dan berpikir tentang dirinya menghasilkan Matahari. Akal ketujuh berpikir tentang Allah menghasilkan Akal kedelapan dan berpikir tentang dirinya menghasilkan Venus. Akal kedelapan berpikir tentang Allah menghasilkan Akal kesembilan dan berpikir tentang dirinya menghasilkan Merkuri. Akal kesembilan berpikir tentang Allah menghasilkan Akal kesepuluh dan berpikir tentang dirinya menghasilkan Rembulan. akal kesepuluh, karena adanya akal ini sudah lemah, maka ia tidak dapat lagi menghasilkan akal sejenisnya dan hanya menghasilkan bumi, roh-roh, dan metri pertama menjadi dasar keempat unsur pokok: air, udara, api, dan tanah. Akal kesepuluh ini disebut dengan Akal Fa’al (Akal aktif) atau wahib al-shuwar (pemberi bentuk) dan terkadang disebut Jibril yang mengurusi kehidupan di bumi.
Di sini yang perlu dipertanyakan, faktor apa yang mendorong Al-Farabi mengemukakan emanasi ini? Tampaknya Al-Farabi ingin menegaskan tentang keesaan Allah, bahkan melebihi Al-Kindi. Allah bukan hanya dinegasikan dalam artian ‘aniah dan mahiah, tetapi juga lebih jauhlagi. Allah adalah Esa sehingga tidak mungkin Ia berhubungan dengan yang tidak Esa atau yang banyak. Andaikan alam diciptakan secara langsung oleh Allah, maka mengakibatkan Ia berhubungan dengan yang tidak sempurna dan ini akan menodai keesaan-Nya oleh sebab itu, dari Allah hanya timbul satu, yakni Akal pertamaberfungsi sebagai mediator antara Yang Esa dan banyak sehingga dapat dihindarkan hubungan antara Ynag Esa dan yang banyak.[3]
D.    Pemikiran Tentang Kenabian
Al-farabi adalah filosof muslim pertama yang mengemukakan filsafat  kenabian secara lengkap, sehingga hampir tidak ada penambahan oelh filosof-filosof sesudahnya. Filsafatnya ini didasarkan pada psikologi dan metafisika yang erat hubungannya denga ilmu politik dan etika.
Menurut Al-Farabi, bila kekuatan imajinasi pada seseorang kuat sekali, oobjek indrawi dari luar tidak akan dapat mempengaruhinya sehingga ia dapar berhubungan dengan akal fa’al. Apabila kekuatan imajinasinya telah mencapai taraf kesempurnaan, tidak ada halangan bainya menerima peristiwa-peristiwa sekarang atau mendatang dari Akal Fa’al pada waktu bangun. Dengan adanya penerimaan demikian maka ia dapat nubuwwat terhadap perkara-perkara ketuhanan.
Jadi, ciri khas seorang nabi oleh Al-Farabi ialah mempunyai daya imajinasi yang kuat dan ketika berhubungan dengan Aka; Fa’al ia dapat menerima visi dan kebenara-kebenaran dalam bentuk wahyu. Wahyutidak lain adalah limpahan dari Allah melalui Akal Fa’al (Akal kesepuluh) yang dalam penjelasan Al-Farabi adalah Malaikat Jibril. Sementara itu filosof dapat berkomnikasi dengan Allah melalui akal perolehan yang telah terlatih dan kuat daya tangkapnya sehingga sanggup menangkapn hal-hal yang bersifat abstrak murni dari akal kesepuluh.[4]
Dari sisi pengetahuan dan sumbernya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, antara filosof dan nabi terdapat kesamaan. Oleh karena itu, Al-Farabi menekankan bahwa kebenaran wahyu tidak bertentangan dengan pengetahuan filsafat sebab antara keduanya sama-sama mendapatkan dari sumber yang sama, yakni Akal Fa’al (Jibril). Demikian pula dengan mukjizat sebagai bukti kenabian, menurut Al-Farabi, dapat terjadi dan tidak bertentangan dengan hukum alam karena sumber hukum alam dan mukjizat sama-sama berasal dari Akal kesepuluh sebagai pengatur dunia ini.
Dari uraian di atas telihat keberhasilan Al-Farabi dalam menjelaskan kenabian secara filosofis dan menafsirkannya secara ilmiah yang dapat dikatakan tiada duanya, terutama di “pentas” filsafat Islam.[5]
Manusia menurut Al-Farabi seperti halnya Plato, Aristoteles dan ibn Abi Rabi’, bersifat sosial yang tidak mugkin hidup sendiri-sendiri. Makhluk yang berkecenderungan alami untuk hidup bermasyarakat dan bantu-membantu untuk kepentingan bersama dalam mencapai  tujuan hidup, yakni kebahagiaan. Hal ini karena manusia tidak mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa bantuan atau kerja sama denagn pihak lain.
Pendapat Al-Farabi tentang tujuan hidup bermasyarakat memperlihatkan pengaruh keyakinan agamanya sebagai seorang muslim, di samping pengaruh tradisi Plato dan Aristoteles yang mengaitkan politik dengan moralitas dan etika.
Pandangan ini didasari oleh pemikiran filsafatnya bahwa manusia tidak sama satu sama lainnnya, disebabkan bnayak faktor, antara lain: faktor iklim dan lingkungan tempat mereka hidup, dan faktor makanan. Faktor-faktor tersebut banyak berpengaruh dalam pembentukan watak, pola pikir dan perilaku, orientasi atau kecendurangan serta adat kebiasaan.
Berbeda dengan Al-Farabi, Ibu Sina (370-425H/980-1033M) mempumyai pandangan berbeda-bedanya manusia dengan sesamanya adalah “anugrah Tuhan” yang dijadikannya untuk memelihara keselamatan hidup dan perkembangan kemajuan hidupnya.jika semua manusia bersamaan dalam segala hal, pasyilah membawa kemusnahan mereka.
Pokok filsafat kenegaraan Al-Farabi ialah autokrasi dengan seorang raja yang berkuasa mutlak mengatur negaranya. Disini nyata teori kenegaraan iti paralel dengan filsafat mettafisikanya tentang kejadian alam ( emanasi yang bersumber pada yang satu ). Al-Farabi menegaskan bahwa negeri yang utama adalah negeri yang memperjuangkan kemakmuran dan kebhagiaan warga negaranya.
Al-Farabi berpendapat, ilmu polotik adalah ilmu yang meneliti berbagai bentuk tindakan, cara, hidup, watak, disposisi positif dan akhlak. Kebahagiaan manusia diperoleh karena perbuatan atau tindakan dan cara hidup yang dijalankannya. Al-Farabi berpendapat bahwa kebahagiaan yang hakiki (sebenanya) tidak mungkin dapat diperoleh sekarang (di dunia ini), tetapi sesudah kehidupan sekarang yaitu kehidupan akhirat. Namun sekarang ini juga ada kebahagiaan yang nisbi seperti halnya kehormatan, kekayaan, dan kesenangan yang dapat nampak dan dijadikan pedoman hidup.[6]
jiwa manusia berasal dari materi asalnya memancar dari akal kesepuluh. Jiwa adalah jauhar  rohani sebagai from bagi jasad. Kesatuan keduanya merupakan kesatuan secara accident, artinya masing-masing keduanya mempunyai sebstansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasa pada jiwa. Jiwa manusia disebut dengan al-nafs al-nathiqal,  berasal dari alam ilahi, sedanglan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk berupa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.
Tentang bahagia dan sengsaranya jiwa, Al-Farabi mengaitkan filsafat Negara utama, yakni jiwa yang kenal dengan Allah dan melaksanakan perintah Allah, maka jiwa ini, menurut Al-Farabi, akan kembali kea lam nufus, (alam kejiwaan) dan abadidalam kebahagiaan. Jiwa yang hidup pada Negara fasiqahi, yakni jiwa yang kenal dengan Allah, tetapi ia tidak melaksanakan segala perintah allah, ia kembali kealam nufus (alam kejiwaan) dan abadi dalam kesengsaraan. Sementara itu, jiwa yang hidup pada Negara jahilah, yakni yang tidak kenal dengan Allah dan tidak pernah melakukan perintah Allah, ia lenyap bagaikan jiwa hewan.[7]






















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Nama lengkap Al-Farabi adalah bu Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tharkan Ibn Auzalagh. Ia lahir di wasij. Distrik Farab (sekarang dikenal dengan kota Atrar/Transoxiana) Turkinistan pada tahun 257 H (870M). Ayahnya seorang jendral berkebangsaan Persia, dan Ibunya berkebangsaan Turki[8][14]. Di kalangan orang-orang Latin Abad Tengah, Al-Farabi lebih dikenal sebagau Abu Nasrh (Abunaser), sedangkan sebutan nama Al-Farabi diambil dari nama kota Farb. Tempat ia dilahirkan.
Al-Farabi yang dikenal sebagai filsuf Islam terbesar memiliki keahlian dalam banyak bidang keilmuan, seperti ilmu bahasa, matematika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, ketuhanan, fiqih, dan mantiq. Oleh karena itu, banyak karya yang ditinggalkan Al-Farabi, namun karyanya tersebut tidak banyak diketahui seperti karya Ibnu Sina. Hali ini karena karya-karya Al-Farabi hanya berbentuk risalah-risalah (karangan pendek) dan sedikit sekali yang berupa buku besar yang mendalam pembicaraannya. Kebanyakan karyanya yang hilang, dan yang masih dapat dibaca dipublikasikan, baik yang sampai kepada kita maupun tidak, kurang lebih 30 judul saja. Diantar judul karyanya adalah sebagai berikut:
      1.  Al-Jam baina Ra ‘ayay Al-Hikimain Aflathun wa Arishur;
2.  Thaqiq Ghardh Aristhu fi Kitab ma Ba’da Ath-Thabi’ah;
3.  Syara Risalah Zainun Al-Kabir Al-Yunani;
4.  At-Ta’liqat;
5.  Risalah fima Yajibu Ma’rifat Qabla Ta’allumi Al-Falsafah;
6.  Kitab Tahsil As-Sa’adah;
7.  Risalah fi Itsbat Al-Mufaraqah;
8. ‘Uyun Al-Masa’i;
9.  Ara’ Ahl Al-Madinah Al-Fadhilah;
10   Maqalat fi Ma’ani Al-Aql;
11.  Ihsa Al-Ulum wa At-Ta’rif bi Aghradita;
12.  Fushul AlHukm;
13.  Risalah Al-Aql;
14.  As-Syiasah Al-Madaniyah;
15.  Al-Masa’il Al-Falsafiyah wwa Al-Ajwibah Anha.
Adapu pemikiran Filsafat Al-Farabi ialah tentang :
1.      ketuhanan
2.      emanasi
3.      Kenabian
4.      Kenegaraan
5.      akal
6.      Jiwa




















DAFTAR PUSTAKA

Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, bandung, pustaka setia, 2008
Dedi Supriyadi, 2009, “Pengantar Filsafat Islam Bandung: CV Pustaka Setia
H. sirajudin , 2012, “filsafat Islam Jakarta: PT Rajagrapindo Persada
Supriyadi, 2009, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia)


[1] Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum, bandung, pustaka setia, 2008, hlm. 447.
[2] Ibid, hlm. 448-449
[3] Dedi Supriyadi, 2009, “Pengantar Filsafat Islam”, (Bandung: CV Pustaka Setia). Hal  83-84
[4] H. sirajudin , 2012, “filsafat Islam”, (Jakarta: PT Rajagrapindo Persada). Hal 78-79
[5] Ibid. Hlm 79-81
[6] Supriyadi, 2009, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung, Pustaka Setia). Hal 96-98
[7] H. sirajudin , 2012, “filsafat Islam”, (Jakarta: PT Rajagrapindo Persada) hal 87-88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rangkuman Kisah nabi

BAGI YG ISLAM. TAK DIBACA SAYANG_*.👇 ✐ Selepas Malaikat Israfil meniup sangkakala (bentuknya seperti tanduk besar) yang memekak...